Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam industri permainan lokal, menurut Pengembang game Agate, tidak menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Cipto Adiguno, Chief Strategy Officer Agate, awalnya menyebut perusahaan game besar cenderung tidak berkelanjutan. Mereka sering melakukan rekrutmen besar-besaran dan kemudian melakukan PHK.
“Tetapi di perusahaan-perusahaan besar seperti itu, terutama yang berbasis di Amerika, keberlanjutan mereka dalam mengelola bakat kurang memadai. Mereka cenderung seperti industri teknologi. Mereka besar, merekrut banyak, terus melakukan pemecatan,” ujar Cipto di kantor Agate, Bandung, pada Selasa (16/1).
Namun, Cipto membantah bahwa kehadiran AI adalah penyebab utama PHK dalam industri game global. Baginya, PHK terutama disebabkan oleh fluktuasi industri.
“Jika kita melihat, mungkin ada beberapa kasus, tetapi sebagian besar disebabkan oleh fluktuasi industri, naik-turunnya proses pengembangan.”
“Terkadang, ketika mereka baru memulai, mereka tidak membutuhkan begitu banyak orang. Ketika mereka dalam tahap produksi, benar-benar memperluas, mereka membutuhkan banyak orang. Kemudian, setelah perilisan, mereka mengurangi skala,” katanya.
Menurut Kotaku, beberapa perusahaan game global seperti Unity Software melakukan PHK terhadap 1.800 orang. Selain itu, platform streaming Twitch dan platform komunikasi para gamer, Discord, juga melakukan PHK pada ratusan karyawan.
Transformasi AI dalam Game: Dari Dataset hingga Desainer Baru
Agate sendiri telah menggunakan AI untuk berbagai kebutuhan perusahaan, termasuk dalam proses pencarian referensi aset visual.
Cipto juga menyatakan bahwa perusahaan telah menggunakan AI untuk mengubah format gambar dari potret ke lanskap. Proses ini dianggap lebih mudah dengan kehadiran AI daripada sebelumnya yang sepenuhnya dilakukan secara manual.
Lebih lanjut, Cipto percaya bahwa AI dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam industri game, seperti desainer yang melatih dataset untuk AI.
“Ke depannya, mungkin tidak lagi diperlukan orang untuk membuat gambar akhir, tetapi untuk melatih AI dengan memberikan berbagai instruksi,” kata Cipto.
Meskipun penggunaan AI memberikan efisiensi besar, Cipto mengatakan bahwa teknologi ini tidak akan menggantikan peran manusia dalam waktu dekat.
“Kami merasa ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Selama periode transisi ini, kami dapat menggeser fokus pelatihan orang untuk mengoperasikan AI sebagai alat.”
“Bukan lagi sebagai ancaman yang menggantikan, melainkan bagian dari proses, sebagai alat yang digunakan,” tambahnya.
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam industri game tidak hanya memberikan efisiensi, tetapi juga mengubah paradigma pekerjaan. Agate, salah satu pengembang game, telah memanfaatkan AI untuk mencari referensi visual dan mengubah format gambar.
Meskipun ada kasus PHK dalam industri game global, terutama di perusahaan besar seperti Unity Software, Discord, dan Twitch, Cipto Adiguno menekankan bahwa AI dapat menciptakan lapangan kerja baru, seperti desainer yang melatih AI.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa AI bukanlah pengganti manusia dalam waktu dekat, melainkan sebagai alat tambahan dalam proses kreatif dan pengembangan game.