MEMO,Jakarta: Kunjungan istri Perdana Menteri Malaysia, Dato Seri Wan Azizah binti Wan Ismail, ke Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa, menghasilkan pembicaraan produktif tentang pendidikan anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Salah satu fokus utama adalah program Community Learning Centre (CLC) yang memberikan alternatif pendidikan bagi PMI.
Pertemuan ini membahas upaya untuk memastikan hak pendidikan anak-anak PMI terpenuhi sesuai dengan regulasi Malaysia.
Pertemuan Khofifah dan Dato Seri Wan Azizah Bahas Program CLC
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), menerima kunjungan istri Perdana Menteri Malaysia, Dato Seri Wan Azizah binti Wan Ismail, di Gedung PBNU, Jakarta, pada Selasa (5/9/2023).
Investasi Strategis: Peluang Kemitraan Indonesia-Malaysia di Bidang Kesehatan
Selama pertemuan tersebut, keduanya mengadakan pembicaraan yang sangat produktif. Salah satu topik yang mereka bahas adalah tentang Community Learning Centre (CLC). CLC adalah lembaga pendidikan yang berbasis komunitas, yang memberikan program pembelajaran alternatif kepada anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
“Kami merasa sangat bersyukur atas kunjungan ini, dan kami telah berbicara tentang berbagai program yang telah dibangun oleh Muslimat NU bersama pemerintah Malaysia. Kehadiran beliau juga membantu kami untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang program-program Muslimat NU di Indonesia,” kata Khofifah dalam pernyataan pers yang dikeluarkan pada Rabu (6/9/2023).
Khofifah juga mengungkapkan bahwa di antara 10 cabang istimewa Muslimat NU di seluruh dunia, salah satunya yang paling aktif dan besar terletak di Malaysia. PCI Muslimat NU Malaysia terus mendukung dan berkontribusi dalam pengembangan program CLC ini.
Menurut Khofifah, pertemuan ini sangat penting untuk memastikan bahwa hak pendidikan anak-anak PMI terpenuhi dan agar legalitas CLC diakui sesuai dengan regulasi yang berlaku di Malaysia, dengan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan anak-anak pekerja migran Indonesia. Hal ini penting karena untuk melanjutkan pendidikan di Indonesia, mereka perlu memiliki sertifikat dan ijazah yang diakui.