Jakarta, Memo
Pemerintah RI telah mengizinkan para investor untuk masuk ke industri minuman keras beralkohol. Jokowi Wododo mengeluarkan Prepres Nomor 10 tahun 2021 itu mengizinkan investasi minuman beralkohol di beberapa wilayah.
Pro kontra bermunculan. Dari kaca mata industri , akan membangkitkan perekonomian Indonesia. Itu kata Peremerintahan Republik Indonesia. Namun, kalangan tokoh masyarakat memandang sebaliknya. Justru, perizinan industri minuman keras, akan mengantarkan Indonesia menuju ke jurang kehancuran.
Tekanan dari Ulama dan Tokoh Masyarakat, Presiden Gagal Buka Investasi Industri Minuman Keras
Tidak hanya Majelis Ulama Indonesia saja, yang memprotes kebijakan Presiden Joko Widodo tentang dibukanya akses industri minuman keras di Indonesia. Akan tetapi, beberapa ormas keagamaan dan kemasyarakatan juga turut memprotes keras Perpres tentang investasi minuman keras beralkohol tersebut.
PBNU, Muhammadiyah, beberapa tokoh masyarakat serta DPR RI, juga menyorot terbitnya peraturan Presiden tersebut. Alasan mereka jelas.
Minuman keras, selama ini menjadi pemicu semua aksi kejahatan. EFfek negatif, banyak ditimbulkan dari peradaran minuman keras beralkohol tersebut.
Selain itu, dari sisi ajaran agama manapun, minuman keras juga larangan. Bahkan, larangan terhadap minuman keras, juga sudah disampaikan dalam kitab suci Agama Islam, termasuk juga beberapa agama lain.
Berikut ini, beberapa fakta yang selama ini, menjadi bahan gunjingan masyarakat setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden tentang perizinan investasi minuman keras beralkohol.
1. Turunan Undang-undang Cipta Kerja
Perpres Nomor 10/2021 adalah peraturan turunan dari Undang Undang Cipta Kerja yang sempat gegerkan rupublik ini. Lahirnya peraturan yang dibuat Presiden RI, dinilai berbagai kalangan, sebuah langkah untuk legalisasi minuman keras.
Sebagai mana diketahui, industri miras adalah bidang industri tertutup. Keberadaan industri tersebut, terbukti menimbulkan dampak negatif yang luas dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, beberapa pejabat Polri memberi atensi untuk penanganan peredaran miras di masing masing wilayahnya.
2. Membangkitkan Ekonomi Merusak Moral Bangsa
Terbitnya Perpres 10/2021 jelas memberi semangat kebangkitan ekonomi, di tengah pandemi Covid 19 yang mendera Indonesia. Namun, effek yang lebih besar, kurang menjadi perhatian Presiden dan tim yang terlibat terbitnya peraturan tersebut.
Namun, tengara bahwa industri minuman keras akan merusak moral bangsa, sudah terbaca oleh semua tokoh agama dan tokoh masyarakat. Bahkan, kesan muncul, semangat membangkitkan ekonomi mengalahkan pembangunan moral bangsa.
3. Dampak Ekonomi Kecil, dan Berefek Negatif
Pakar ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan, industri dan investasi miras, tidak akan memberi effek besar terhadap ekonomi Indonesia. Namun, yang terjadi sebaliknya. Wajah Indonesia akan dinilai kurang bagus di mata investor dari negara negara muslim.
“Pelonggaran aturan investasi di sektor minuman keras beralkohol ini dampak terhadap ekonomi masyarakat di daerah sebenarnya kecil, tapi efek negatif ke depan justru besar,” kata Bhima Yudhistira.
Menurut Bhima , pemerintah salah, jika berniat menarik investor minuman beralkohol. Salah kalau ke minuman beralkohol karena dampaknya jangka panjang justru blunder bagi kesehatan, tambahnya.
4. Khawatir Gejolak Massa di Tengah Pandemi
Perpres yang dibuat Presiden Joko Widodo, banyak direaksi oleh elemen masyarakat. Tokoh KAMMI Gatot Nurmantyo, menilai sikap Presiden sama dengan melegalkan minuman keras dan merusak masa depan dan moral bangsa Indonesia. Sikap mantan Panglima TNI tersebut, juga diamini oleh aktivis PA212 akan menggelar aksi demo besar besaran, jika Presiden ngotot membuka izin investasi industri minuman keras di Indonesia.
Sikap tegas juga disampaikan oleh tokoh masyarakat, diantaranya Yusuf Mansur, Gus Miftah dan sejumnlah tokoh agama lainnya. Sikap tegas dan penyesalan terjadap terbitnya Peraturan Presiden itu, dilontarkan beberapa kali ke media, setelah menyikapi ancaman dari beberapa pihak, setelah terbitnya peraturan presiden tersebut.
5. Wakil Presiden Makruf Amin Tidak Dilibatkan
Presiden Jokowi tidak melibatkan Wakil Presiden Makruf Amin, ketika menerbitkan Perpres tentang perizinan terhadap investasi bidang industri minuman beralkohol. Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengaku tak dilibatkan dalam menyusun peraturan presiden nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang memuat kebijakan investasi industri minuman beralkohol atau miras.
“Wapres tidak tahu. Tidak dilibatkan, makanya kaget ketika mendengar berita peraturan presiden tentang perizinan investasi minuman keras rame seperti itu,” kata Masduki
Bahkan Ma’ruf Amin mengaku kaget setelah banyak terjadi penolakan di tengah masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi. “Wapres tidak tahu. Tidak dilibatkan, makanya kaget ketika mendengar berita rame seperti itu,” kata Masduki
6. Presiden Jokowi Melunak Setelah ada Desakan Dari Ormas Keagamaan dan MUI
Keputusan pembatalan Perpres nomor 10/2021 diambil Presiden Joko Widodo, setelah ada desakan dari Ormas Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta Majelis Ulama Indonesia. Pengumuman melalui virtual disampaikan Presiden langsung, agar pro kontra segera berakhir. Intinya, dengan keputusan tersebut, Perpres tentang minumen beralkohol dibatalkan.
“Menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain. Dan juga masukan-masukan dari provisni dan daerah, kata Jokowi Jakarta, Selasa (2/3/2021).
7. Kepentingan Dunia Usaha Dikesampingkan
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, meminta pengertian dari dunia usaha yang menginginkan agar Perpres ini dilanjutkan. Menurut Bahlil, pemerintah harus mengutamakan kepentingan negara . Karena kepentingan negara di atas segalanya. BKPM juga meminta pengusaha untuk pengertiannya.
“Namun saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan ini terjadi. Menginginkan agar ini dilanjutkan kita harus melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama,” jelas kepala NKPM Bahlil Lahadalia.
8. Bukti Presiden Jokowi Sangat Demokratis
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, dicabutnya lampiran ketiga dalam Perpres Nomor 10 tahun 2021 tentang Minol ini membuktikan jika Presiden Joko Widodo merupakan pemimpin yang demokratis. Karena Presiden Jokowi masih mau mendengar masukan dari masyarakat selama bersifat konstruktif.
“Ini adalah sebuah bukti dan pertanda bahwa Presiden sangat demokratis sangat mendengar masukan-masukan yang konstruktif untuk kebaikan bangsa,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).
9. Jokowi Disebut Mendengarkan Masukan
Bahlil juga menyebut jika Presiden Joko Widodo bisa menjadi contoh dalam konteks pengambilan keputusan. Karena keputusan yang diambil ini berdasarkan masukan-masukan yang konstruktif dari berbagai kelompok agama dan kepemudaan.
“Ini adalah contoh pemimpin yang dijadikan rujukan dalam konteks pengambilan keputusan selama masukan masukan itu konstruktif.
Pemikiran para ulama, tokoh gereja, tokoh agama lain itu adalah pemikiran yang sangat konstruktif dan substantif dalam rangka melihat mana kepentingan negara yang harus diselamatkan secara mayoritas,” jelas Bahlil.
Tidak hanya Majelis Ulama Indonesia saja, yang memprotes kebijakan Presiden Joko Widodo tentang dibukanya akses industri minuman keras di Indonesia. Akan tetapi, beberapa ormas keagamaan dan kemasyarakatan juga turut memprotes keras Perpres tentang investasi minuman keras beralkohol tersebut.
“Ini adalah sebuah bukti dan pertanda bahwa Presiden sangat demokratis sangat mendengar masukan-masukan yang konstruktif untuk kebaikan bangsa,”
MinumanBeralkohol, Presidenjokowi, PerpresMiras, InvestasiMiras, PerpresInvestasiMiras, InvestasiMiras